Dok|Lailatun Nikmah |
Sebelum kakak memulai surat ini, bukan kakak takut untuk menemuimu. Tetapi surat ini melebih surat dari pemerintah yang harus dijaga para serdadu. Bukan pula surat kepentingan dari orang yang berkuasa. Surat ini benar-benar surat dari kakak, teruntuk adik tercinta. Surat yang hanya bisa mewaki perasaan kakak saat menjadi mahasiswa baru. Biar adik tidak merasakan terbebani oleh surat cinta ini. Kakak ucapkan selamat datang di kampus tercinta dan selamat menikmati waktu menjadi mahasiswa.
Aku sambut dengan duka cita, atas keberhasilan adik dalam seleksi tes masuk perguruan tinggi ini. Aku menyambut dengan senyum sumringan, seperti pujanga cinta yang tergila-gila akan rasa. Aku menyambutmu, sambutanku dengan ramah serahmanya. Sehingga kau takut kepadaku, menatapku saja adik enggang, untuk sekadar menegur tidak mau. Adik melihat kakak seperti orang yang ketakutan, kalau kakak pernah membohongimu.
Adiku tercinta, adikku tersayang dan adikku yang malang. Maafkan surat cinta dari kakak ini, sering mengusikmu saat malam dan siang-entah itu saat tidur ataupun saat ospek yang melelahkan. Surat dari seorang kakak yang tidak berani bertemu denganmu. Surat yang hanya selembar tanpa sedikit pesan-pesan yang bermoral.
Mungkin tergambar saat kuliah berangkat pagi pulang malam. Berangkat dengan mentari yang sejuk, pulang saat mentari berwarna jingga. Senja yang menandai malam telah tiba, senja yang menuturkan kalau adik merasa bosan dan letih mengikuti perkulihan lantaran disuguhi materi dan doktrin tentang sosok mahasiswa yang baik. Menjadi mahasiswa yang akadamis sudah kewajiban. Namun menjadi mahasiswa aktivis adalah pilihanmu dengan segudang rutinitas yang menjemukan, tanpa tahu kalau orang tua kalian menunggu di rumah atau merantau dan mendoakan saat menjelang malam.
Sebelum aku melanjutkan surat cinta ini kepada adik. Izinkan akau sedikit merayumu, tetapi adik jangan tergoda, jika adik tergoda dengan rayuanku, adik akan menyesal dan marah-marah, jika sudah tahu aku seperti apa.
Kamu cantik, memiliki postur tubuh tinggi, kulit kuning langsat, dagu yang lancip, hidung mancung, bulu mata yang merekah, alis yang kecil tetapi tebal, dan seyummu dik, senyummu yang manis ditambah lesung pipimu. Aku terjebak di lesung pipimu, seperti kisah Nabi Yusuf yang dilempar ke sumur, menanti para musafir mengambil air. Akupun hanya bisa menanti adik, menyadarkan atau yang berempati kepadaku.
Sebelumnya izinkan kakak menceritakan saat kakak saat ospek dulu, berpakain hitam putih dengan atribut yang diperintahkan. Duduk manis mendengarkan ucapan-ucapan yang menurut kakak sangatlah berwibawah dan terlintas dibenakku untuk menjadi seperti mereka. Membentak, memarahi, dan menjadi orang yang serba tahu. Kakak waktu, lugu-lugunya berasal dari pelosok desa. Rumah kakak bukan desa tetapi pelosok desa. Sehingga apa yang diucapkan saat ospek benar-benar kakak dengarkan.
Namun, waktu memberitahu kalau kakak adalah korban para senior, bukan kakak mengjustice bahwa semua senior seperti itu, tidak semuanya. Dan kepada adikku tersayang, dengarkan suara hatimu. Suara yang benar-benar adik renungkan dari dalam hati, hasil pikiran dan apa kau baca dari buku-bukumu.
Jadi sebelum surat cinta dari kakak ini hilang dan mendapatkan kecaman, izinkan kakak menyapamu dengan surat ini. Ternyata menjadi mahasiswa yang di idolakan saat ospek itu sirna seketika. Dari pengalaman selama ini, dari bacaan buku di perpustakaan.
Adik, kamu percaya surat cinta dari kakak ini, bahwa aku tidak ingin seperti kakak mahasiswa yang lemah dan sok puitis. Kakak hanya bisa menulis, menulispun banyak yang mencaci, bahwa tulisan kakak sangat jelek dan tidak pantas menulis seperti ini. Sebelum surat cinta dari kakak ini berakhir. Kakak akhiri dengan kalimat sederhana, membacalah dan menulislah. Jangan seperti kakak, adikku tercinta harus melebihi kakak dan dapat menyelami kehidupan kampus serta menjadi mahasiswa yang benar-benar mahasiswa.
*Tulisan ini, pernah dimuat di edukasipers.org klik disini. 7 September 2018.
0 Komentar