Dok|Internet |
Penulis: Tan Swie Ling
Penerbit: LKSI (Lembaga Kajian Sinergi Indonesia) Dengan Ruas
Tahun Terbit: 2014
Jumlah Halaman: 137
Presensi: Abu Aman
Merdekanya sebuah negara tidak segampang membalikan telapak tangan, membutuhkan proses dan waktu yang panjang serta membutuhkan pengorbanan para pahlawan guna mengusir para penjajah. Hal tersebutlah yang dialami oleh bangsa Indonesia pada masa dahulu, harus mengorbankan darah dan kehidupannya untuk mengusir para kolonealisme. Ketika Indonesia merdeka, tentunya membutuhkan dasar negara sebagai tujuan arah bangsa. Kalau kita analogikan negara bagaikan nahkoda kapal pesiar mengarungi lautan lepas untuk mengantarkan para penumpan pada pelabuhan. Sedangkan sebagai nahkoda membutuhkan peta supaya tidak salah dalam menyetir kapal. Begitu juga negara yang membutuhkan dasar negara, sebagai syarat berdirinya negara merdeka.
Indonesia merdeka dan memiliki dasar negara, yaitu pancasila. Pancasila merupakan falsafah negara yang harus dijadikan landasan untuk warga Indonesia, dari Indonesia bagian barat dan bagian timur haruslah menjalani kehidupan berdasarkan pancasila. Mengingat pidato Bung Karno pada saat lahirnya pancasila 1 Juni 1945 bahwa “Kita hendak mendirikan suatu negara ‘semua untuk semua’ ‘satu buat semua’, ‘semua untuk satu.”
Kalau melihat latar belakang terciptanya pancasila mengalami banyak perubahan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi Indonesia. Salah satu contoh sila yang berbunyi ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menjadi ketuhanan yang maha esa. Perubahan pancasila tidak lain karena memandang panitia membuatan pancasila tidak semua beragama Islam dan juga para pahlawan kemerdekaan Indonesia tidak semua dari golongan Islam. Bung Karno mencari intisari kemerdekaan Indonesia yang sudah beratus-ratus tahun mengorbankan tetesan darah, tenaga dan air mata guna mengusir para kolonialisme dari Bumi Putra, guna membuat pancasila yang pas terhadap keanekaragaman Indonesia.
Namun apakah pancasila masih memiliki pengertian yang sama atau pancasila hanya untuk orang yang mayoritas saja. Mungkin benar kalau pancasila sedang mengalami mati suri, karena pancasila sekarang ini bagaikan falsafah yang hanya dipahami tidak sampai memahmi arti mendalam pancasila. Pancasila seakan-akan terombang-ambing bagaikan ruh yang sedang mencari raganya.
Pancasila masih belum hidup di Indonesia yang butuh terhadap aplikasi pancasila, lihatlah penduduk Indonesia bukan hanya satu warna kulit dan keyakinan, melainkan bermacam warna kulit ada di Indonesia serta agama masyarakat memiliki keyakinan yang berbeda-beda. Sama halnya Indonesia memiliki kawasan-kawasan yang berbeda, tentunya akan menciptakan pendapat yang beda pula, tetapi jalan keluarnya untuk mengatasi perbedaan tersebut hanya butuh terhadap pancasila.
Salah satu kejadian yang tidak mencerminkan aplikasi pancasila dalam kehidupan beragama, penduduk Indonesia lebih mendahulukan egoisme agama belaka. Setiap peristiwa besar Indonesia pasti kebanyakan hanya karena agama yang berbeda. Kalau memang membela karena atas keyakina yang sama, tentu itu bukan misi pancasila serta membunuh pancasila sila kelima-keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain kejadian egoisme agama, penduduk Indonesia yang notabenya menjungjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), juga masih belum mengatas namakan pancasila, melainkan karena kepentingan. Sedangkan dalam pancasila disebut kemanusian yang adil dan beradab. Tetapi melihat gejolak politik Indonesia saat pemilihan gubernur (Pilgub), pemilihan kepala daerah (Pilkada), dan pemilihan kepala desa (Pildes) masih jauh dari pancasila. Kalau melihat fakta para calon selalu mendapatkan perlakuan tidak adil dan beradab di Indonesia.
Buku ini, sangat bagus dikonsumsi semua kalangan khusunya para pemuda supaya tidak hanya sadar, melaikan menyadari kalau pancasila merupakan kebutuhan primer bagi Indonesia. Sehingga pemahaman perihal kejadian yang mengatasnamakan golongan itu sudah jauh dari roda pancasila.
*Tulisan ini pernah dimuat di Majalah LPM Edukasi, edisi 53 2018 dengan tema “Krikulum: 5 Tahun Berlalu”.
0 Komentar