Dok|http://www.writeopinions.com |
Bahasa hujan yang tersaji dalam lembar-lembar buku, itu hanya definisi-definisi yang mereka tangkap sendiri, sehingga yang membaca ataupun yang mendengarkan setuju, dengan dalil hujan adalah sebuah kenangan, keindahan, kebersamaan, dan entah seperti apa definisi hujan yang dapat diterima oleh semua kalangan. Tidak hanya itu, ketika hujan berjatuhan, saat itu puisi-pusisi dilahirkan.
Meskipun aku tidak bisa memahami bahasa hujan, aku akan tetap menulisnya, merawat bahasa hujan, memberitahukan bahasa hujan, dan mewarnai media cetak dan online prihal bahasa hujan. Tetapi, terakhir kapan kamu merasakan rintik hujan membasahi rambut hitammu, terpejam matanya merasakan dinginnya hujan, merasakan beban hidup terasa ringan, dan mulai menjadi salah satu orang yang memaknai hujan sedemikian rupa. Jadi kapan terakhir bermain air hujan dan merasakan indahnya masa anak-anak yang dimarahin lantaran main-main air hujan?
“Aku tidak ada niat melukiskan manusia. Kalau harus kulukiskan keadaan manusia” penggalan antologi cerpen “Cerita Dari Jakarta”, karya Pramoedya Ananta Toer. Begitu juga denganku, “Aku tidak ada niat menuliskan hujan. Kalau harus kutuliskan keadaan hujan”. Potongan kalimat ini menjadi awal perjalanan menulis keadaan bahasa hujan.
Aku relakan beberapa kulitku tersentuh air hujan, walau memakai jaz hujan, tetapi itu tidak mencegahku untuk merasakan kulit tersentuh tetes-tetes hujan. Pulang dari Surabaya-Bangkalan menuju negeri bernama Arosbaya untuk memahatkan beberapa amalan dari Tuhan untuk belajar, belajar, dan belajar di Arosbaya.
Aku pejamkan mata, mengingat kenangan waktu kecil ketika berdansa dengan hujan, berlari-lari menyusuri jalan stapak bersama teman-teman sehabis pulang dari sekolah diniyah. Hujan terakhir yang aku rasakan hujan pada tanggal 14 Maret 2020 perjalanan pulang bersama seseorang. Aku sempat membayangkan, andai kamu yang bersamaku, aku yang menjadi pengemudi, kamu berada di belakangku, dan kamu memegang dengan erat bajuku. Tetapi itu tidak mungkin, kenyaatannya aku dibonceng sama laki-laki bernama Sirojurroyan. Tidak dengan namamu yang aku harapkan.
Hujan, jalan raya basah, licin, suara-suara klakson membuat bising pendengaran, dan beberapa genangan air membuat jalan raya tertutup air hujan. Aku perhatikan ada yang membiarkan basah kuyup hujan membasahi, badanya bergetar kedinginan, ada yang membiarkan basah asal salah satu dari pasangan tidak diguyur hujan. Bukan itu saja, aku memperhatikan, raut muka tertawa, sedih, kecewa, bahagia, dan banyak lagi aku saksikan di bawah jembatan selama perjalanan.
Kali ini, benar-benar hujan yang tidak aku inginkan, harus melihat potret kehidupan di perjalanan. Tetapi bukankah perjalanan yang paling banyak ditemukan hanya ketika melakukan perjalanan. Perjalanan adalah gudang pelajaran yang tidak ditemukan di bangku perkuliahan dan bisa jadi perjalanan adalah guru yang paling banyak ditemukan.
0 Komentar