Sampai Kapan Indonesia Menjadi PSK

Dok|Muntahe
Bertepatan pada hari Kamis tanggal 17 Agustus tahun 2017, Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) ke-72 berlalu, semua masyarakat Indonesia merayakan secara besar-besaran dari Sabang sampai Merauke. Bahkan warga negara Indonesia yang berada di negara lain juga merayakan dengan bangga dan bahagia. Sebagian penduduk Indonesia merayakannya melalui media sosial menyampaikan keikut sertaannya, sebagai bentuk rasa nasionalisme terhadap Indonesia.

Tidak menutupi kenyataan, penduduk Indonesia sangat bahagia merayakan HUT RI ke-72 karena mengenang jasa pahlawan terdahulu saat-saat melawan para penjajah, Tetapi sebagian kecil kemerdakaan negara Indonesia, besar kemungkinan warganya tidak merasakan apa arti kemerdekaan itu sendiri. Di tambah lagi dengan kondisi negara yang banyak mengalami kejadian buruk berdampak terhadap masyarakat dan alam, seakan-akan Indonesia masih menuju perang sesama penduduk Indonesia. Apalagi dewasa ini kenyataannya kemerdekaan Indonesia berbading terbalik  dengan apa yang diharapkan pancasila dan para pejuang Indonesia.

Memang benar kemerdekaan telah dirasakan masyarakat, dilihat telah lama Indonesia bebas dari penjajah yang telah merusak tatanan budaya dan kebebasan kehidupan manusia. Sejak 17 Agustus tahun 1945 Indonesia telah memploklamirkan kemerdekaannya dari bermacam ancaman bentuk kolonealisme dan imperialisme. Bahkan waktu dahulu sorak-sorak gembira mengisi di bumi pertiwi merasakan kebebasan yang akan mengantarkan kemakmuran dan kesajahteraan.

Namun sejak kemerdekaan Indonesia, negara yang dikenal dengan Negara Kepulauan serta negara yang sangat kaya akan sumber daya alam. Seperti di salah satu Indonesia bagian timur-Papua. Sejak rezim kepemerintahan Presiden Soeharto sampai abad ini, Papua masih dalam jajahan Amerika. Sebagian masyarakat dan koran-koran memberitakan wilayah Papua terdapat gunung yang penuh biji tembaga, bukan saja ada di dalam gunung, melainkan semua gunung-Ertsberg adalah biji tembaga. Apalagi akhir-akhir ini ada wacana berhamburan dikalangan masyarakat bahwa gunung Ertsbeg ditemukan lebih berharga dari pada biji tembaga.

Kalau melihat Indonesia bagian timur masih saja dalam dekapan jajahan harus kehilangan kemerdekaannya karena negara luar masih konsisten menjajah dan mengincar kekayaan Indonesia. Kalau dilihat secara kasat mata Indonesia masih jauh dari kata “merdeka”. Papua masih dijajah atau bahasa kerennya di jual kenegara lain tanpa melihat nasib masa depan bangsa, bukankah kekayaan Indonesia merupakan warisan yang akan dinikmati oleh anak cucu Bumi Pertiwi, namun melihat kenyataan yang selama ini terjadi di bumi Indonesia, menjadi ladang emas para negara asing.

Dari Sabang sampai Merauke kekayaan di nikmati oleh keturunan Bumi Putra hanya seperempat kekayaan, ketimbang di eksploitasi oleh penjajah yang tergila-gila kakayaan Indonesia. Disebabkan Indonesia memiliki kekayaan besar serta Indonesia sebagai pemilik harta karun tak dilihat oleh negara, melainkan diperdagangkan seperti seorang PSK kelas kakap.

Telah lama korban penjualan keperawanan Indonesia berlangsung kepada negara asing, tanpa merasa empati sedikitpun melihat negara Indonesia menjadi bumi PSK yang sangat murah dijajaki kepada negara lain. Tidak malukah terhadap tempat-tempat prostitusi dibubarkan oleh pemerintah. Jika dikaji lagi pembubaran tempat tersebut, mengingatkan kemerdekaan sesungguhnya belum dirasakan oleh Indonesia.

Bukan saja di gunung Ertsberg sebagai ladang emas lahan surga bagi penjajah Bumi Putera, ada juga negara asing menguasai seperti, tambang geothermal di Jawa Barat, tambang batu bara di Kalimantan, tambang minyak di Sampang, dan tambang nikel di Sulawesi. Inilah sebagian kecil kekayaan Indonesia yang telah lama dibawa pulang oleh penguasa asing yang tidak mengingat lagi terhadap nasib Indonesia mendatang. Meminjam ungkapan Sofyan Wanandi selaku ketua umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) “Indonesia merdeka sudah 66 tahun tetapi masih dijajah asing, itu tandanya kita masih bodoh. Tentunya menjadi tugas pemerintah kita untuk mengatasi itu”.

Membaca pernyataan diatas, sudah tugas genarasi bangsa untuk selalu belajar dan menjaga kekanyaan negara tanpa harus selalu menunggu uluran tangan pemerintah. Supaya putra-putri bangsa mendatang tidak lagi menjadikan Indonesia sebagai PSK, serta mengelola kekayaan alamnya sebagai bentuk rasa nasionalisme terhadap negara dan juga sebagai bukti nyata bahwa negara masih memiliki penerus yang tidak terlena oleh harta.

Posting Komentar

0 Komentar