Dok|Internet |
Sesuai dengan ungkapan Bung Karno Jasmerah “Jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Kata-kata tersebut sering kali terdengar diucapkan oleh semua kalangan, terutama kalangan akademisi. Sejarah adalah sebuah pengalaman atau peristiwa yang terjadi di masa lampau atau masa lalu. Sejarah tidak pernah terlupakan oleh manusia apalagi peristiwa yang tidak lazim terjadi dalam sehari-hari. Semua orang mencatat dengan jelas peristiwa yang dialami dan dilihat.
Sejarah tidak dapat ditutupi karena sapandai-pandainya menyembunyikan bangkai, pasti tercium juga. Tidak ada kesalahan sejarah yang ada kesalahan penyaji sejarah, karena seringkali sejarah yang autentik disembunyikan atau di tambah-tambahi, sehingga mengakibatkan kesalahan dalam mempelajari sejarah. Mengingat sejarah korupsi di negara kita yang menjadi konsumsi setiap hari oleh masyarakat. Apalagi orang yang menjadi koruptor adalah orang yang berpengaruh terhadap negara.
Sejarah korupsi di Indonesia juga menjadi wacana umum oleh masyarakat, seperti kasus yang dialami oleh Setya Novanto, di media cetak tertera ungkapan yang sedikit lucu ketika dibaca dan dipikirkan dalam rubrik opini (Jawa Pos, 05/10) pertama dari ungkapan Sukarno “Berikan 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”. Sedangkan yang kedua dari Setya Novanto “Beri aku status tersangka, niscaya dunia guncang dengan sendirinya”. Ungakapan kedua tersebut memiliki dua pengetian yang sangat tegas dan menakutkan.
Kembali lagi prihal ungkapan Setya Novanto, bukan hal yang remeh dan bahkan dapat mengalahkan ungkapan Sukarno. Ungkapan Setya Novanto dilatar belakangi oleh kasus yang menimpanya sebagai tersangka korupsi e-KTP 2011-2012 yang di tetapkan oleh KPK pada 17 Juli 2017. Perkiraan Setya Novanto sebagai tersangkat hanya 77 hari (Kompas, 05/10). Dalam kasus korupsi e-KTP Setya Novanto yang membuat kerugian keuangan negara sebesar 2,3 triliun.
Meminjam judul tulisan Syamsul Rizal di Koran kompas yang mengatakan “Ketika akal sehat hilang”. Tulisan tersebut secara garis besar mengatakan orang yang tidak memiliki akal sehat tidak menimang dampak yang selanjutnya, sehingga melakukan kejahatan yang merugikan kesekitar, dihubungkan dengan kejadian minggu-minggu ini yang menjadi konsumsi masyarakat tentang Setya Novanta. Setya Novanto menjadi pembicaraan yang lucu dan sedikit miris, menyaksikan pernyataan-pernyataan yang salah di benarkan dan yang benar disalahkan. Mengingat kembali tulisan Syamsul Rizal, menimbulkan pertanyaan apakah negara kita kehilangan akal sehat? semua masih rumit, serumit jarum yang dicari di jerami.
“Katika akal sehat hilang” yang terjadi di Indonesia terutama pihak birokrasi negara yang menggunakan bermacam cara agar lolos dari tersangka. Kasus Setya Novanto mungkin hanya ada satu di Indonesia yang dapat terbebas dari tersangka menjadi terbebas, bahkan jauh dari kata terduga. Indonesia memiliki sejarah yang tidak dapat terlupakan oleh masyarakat tentang kasus yang amat jeli di tangani oleh pihak KPK sekarang, bagaikan singa.
Setya Novanto sebagai singa yang mengusai negara, telah dilepaskan oleh hakim Cepi Iskandar di pengadilan negeri Jakarta Selatan pada Jumat, 29 September 2017. Kalau mengingat kembali ungkapan Setya Novanto dengan alasan setiap kasus yang menjerat terhadap Setya Novanto selalu gagal dan bahkan singa tersebut mengembara dari berbagai posisi-posisi penting di negara, salah satu yang telah membiarkan siang memangsa cessie bank Bali tahun 1999, kasus PON tahun 2012 dan hebatnya singa tersebut bisa kembali menjadi raja di negara yang pernah lengser sebagai ketua DPR.
Lantas dari hal tersebut, apakah singa tersebut akan dibiarkan mencari mangsa lagi atau diselidiki kembali kasus tersebut atau KPK takut terhadap kesaktian Setya Novanto. Ketika singa tersebut dibiarkan bebas di negara, mungkin ini suatu petanda bahwa negara sudah tidak lagi memiliki akal sehat, membiarkan kesalahan-kesalah yang dilakukannya atau dilakukan oleh masyarakat yang terhimpit dalam kesalah bersama. Hal tersebut, menjadi sejarah kelam membiarkan singa meporak-poranda negara.
Marilah kita merevitalisasi ungkapan pepatah “Sejarah adalah guru yang utama, bukan guru yang paling pertama”, jadi, jadikan peristiwa yang sedang dialami Indonesia sebagai pelajaran yang penting terhadap generasi yang akan mengubah tatanan negara yang lebih baik, supaya ketika diamanati kekuasaan tidak menyalah gunakan kekuasaan, seperti Setya Novanto memangsa hak-hak masyarakat, tetapi, ciptakanlah sejarah yang seperti Sukarno.
0 Komentar