LIPUTAN KHUSUS: Kurikulum 2013 Masih Memiliki PR Besar

Dok|Pribadi

Jarum jam menunjukkan pukul pukul 07:30 WIB, kami mengendarai sepeda motor ke dusun Belabe, desa Alang Alang Laok, Kecamatan Tragah, Kabupaten Bangkalan. Suasana yang sepi, tidak ada lalu lalang penduduk setempat, membuat kami leluasa mempercepat laju sepeda motor. Biasa kalau pagi masyarakat sudah berada di sawah. Kondisi yang tenang membuat tenang pikiran dan hati untuk mencari data di SMP Islam Al Mubtadiin.

Saat Kami sampai berjumpai dengan perempuan yang berpakain layaknya seorang guru. Kami dipersilahkan dan memperkenalkan diri. Perempuan, itu memperkenalkan diri sebagai Kepala Sekolah SMP Islam Al Mubtadiin.

Sudah sejak lama sekolah yang bercat kunin dan hijau berdiri kokoh. Meskipun sudah dicat, tidak menutupi sekolah itu berada di desa. Sekolah SMP Islam Al Mubtadiin sudah delapan tahun menjadi saksi kepemimpinan Hoiriyah. Perempuan pertama yang memiliki ijazah sarjana dan dialah satu-satunya perempuan yang menjadi kepala sekolah di dusun Belabe. Selama dia pemimpin SMP Islam Al Mubtadiin hanya mengalir mengikuti perkembangan saja.

“Disini tidak bayak fluktuasi, berjalan dengan apa adanya. Dari tahun ketahun seperti ini saja,” cerita Ria saat di kantor SMP Islam Al Mubtadiin pada, Kamis (10/1/19).

Kemudian Ria mulai bercerita kalau sekolah di desa Alang Alang cuma satu. Banyaknya siswa di sini sudah dinilai cukup sebenarnya. Anak-anak di Alang Alang, ada yang sekolah ke negeri dan mondok ke pesantren. Yang melanjutkan sekolah di sini hanya anak yang tidak mampu melanjutkan ke sekolah-sekolah tenama dan dengan alasan lokasi sekolah jauh.

“Perinsip utama berdirinya adalah menampung siswa-siswa yang tidak bisa melanjutkan ke sekolah yang negeri (ternama). Jadi satu lembaga jika dikembangkan sudah cukup desa Alang-Alang dan sekitarnya,” uangkap Ria alumni Uinversitas Islam Sunan Giri Surabaya.

SMP Islam Al Mubtadiin yang berada di bawah Yayasan Al Mubtadiin Alang Alang merupakan tanah wakaf yang memiliki luas tanah 450 M dengan pembagian luas bagunan 250 M dan luas halaman 200 M. Gedung yang sederhana saat petama kali mengoprasikan sekolah SMP Islam Al Mubtadiin diminati oleh masyarakat setempat, namun tahun ketahun semakin berkurang.

“Pertama berdiri jumlah siswa 40 sampai 50 siswa, namun karena ada SMP negeri di desa tetangga jadi berkuranglah. Masyarakat Alang Alang melanjutkan pendidikan bukan karena mimilih kualitas sekolah, tetapi yang paling penting dekat, dan intinya melanjutkan sekolah,” tutur Ria yang merupakan juga warga desa Alang Alang.

Dengan tujuan masyarakat setempat dan generasi selanjutnya tidak buta huruf, SMP Islam Al Mubtadiiin menggratiskannya. “Tetapi ada juga yang tidak sekolah, meskipun sudah di gratiskan tetap saja berhenti sebelum lulus,” Tuturnya.

Dibalik Kurikulum 2013 Lima Tahun Berlalu

Dok|Pribadi
Gudung dan Halaman: Suasana SMP Islam Al Mubtadiin.

Kurikulum 2013 sudah sekian tahun berlalu, SMP Islam Al Mubtadiin juga memakai Kurikulum 13. Sejak berdirinya dan izin oprasional pada tahun 2018 masih menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), baru setelah diresmikan Kurikulum 2013 digunakan. Keberadaan sekolah tidak menyurutkan dan pesimis untuk menggunakan Kurikulum 2013.

”Memang tuntutan SMP Islam Al Mubtadiin sudah memakai  K13 dan kami menilainya K13 tidak ada masalah. Kurikulum semacam apapun, kita mampu menjalankannya. Jika tetap K13, kita oke-oke saja,” kata Ria yang merupakan satu-satunya perempuan yang mendapatkan gelar sarjana.

Sebagai kepala sekolah ia selalu optimis untuk memajukan dan menyamai sekolah-sekolah lainnya. Sembari bercerita kalau Kurikulum 2013 dan KTSP dinilai bisa untuk digunakan dan tidak ada masalah. Karena tidak ada perbedaan antara Kurikulum 2013 dan KTSP. Sebab materinya sama. Yang membedakan hanya metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar.

Dalam Kurikulum 2013 bukan pengembangan kurikulum, melainkan pengembangan metode pembelajar. Kurikulum 2013 pengembangan dari KTSP yang sebelumnya tidak ada diadakan di Kurikulum 2013. “KTSP ke K13 tidak pengembangan, dalam artinya penambahan, tetapi metodenya yang berubah dan ada sedikit menambahan jam. Kalau dulu Bahasa Indonesia empat jam, jadi sekarang menjadi lima jam,” paparnya.

Selama ini, terkadang ketika guru izin tidak mengajar digantikan oleh guru yang ada. Guru pengganti hanya memberikan tugas, disuruh belajar secara mandiri tanpa panduan seorang guru. Yang terpenting untuk siswa adalah belajar, kehadiran guru didalam kelas itu tidah harus, karena siswa bisa berdiskusi sendiri. Cerita Ria selama menjadi kepala sekolah.

“Kadang pernah tidak ada gurunya sama sekali, tinggal kepala sekolahnya, iya yang ngajar kepala sekolahnya. Tiga kelas bisa dihandle satu guru dan itu tergantung gurunya,” ucapnya saat diwawancarai.

Sementara itu, seharusnya jumlah guru sudah memenuhi standar dan dapat membantu berjalannya proses belajar mengajar. Namun Ria dengan perjuangan yang ekstra untuk menahkodai lembaga yang selama ini ia emban. Jika di sekolah-sekolah negeri sudah dapat jaminan bantuan dari pemerintah tanpa mengajukan. Baik dari pengajar, pengembangan dan siswa-siswanya. Sedang SMP Islam Al Mubtadiin hanya bisa berusaha dan mendapatkan bantuan dari relawan.



*Tulisan ini pernah dimuat di Majalah LPM Edukasi edisi 53 tahun 2018 dengan tema “Kurikulum 2013: 5 Tahun Berlalu”.

Posting Komentar

0 Komentar