Surat Terbuka Untuk Tretan-Tretani Ikamaba Surabaya

Dok|Zulfatul Laily

Tepat hari Rabu, 20 Mei 2020 Organisasi Daerah Ikatan Mahasiswa Bangkalan (Ikamaba) Surabaya genap memasuki usia ke-43. Saya dapati dari postingan di WhatsApp mantan Ketua Umum Ikamaba 2017-Ahmad Annur. Dengan doa, semoga terus menjadi wadah mahasiswa Bangkalan yang progresif dan kritis. Dia satu-satunya ketua umum yang masih sudi menyimpan nomor WhatsApp saya, sehingga bisa membaca dan melihat gerakan-gerakan akhir-akhir ini.

Sudah biasa kawan saya, selalu mengirim pesan-pesan tentang kegelisahan-kegelisahan selama menjadi mahasiswa, khususnya sejak menjadi bagian dari Ikamaba Surabaya. Saya ketahui, sebelum Covid-19 mengusik dan mengekang peta pergerakan di kedai-kedai kopi yang biasa saya temui. Tidak hanya itu, basecamp Ikamaba Surabaya, seakan tempat yang menakutkan jika harus mengunjungi seperti biasa, ketika virus corona menyebar di Surabaya.

Pesan masuk melalui aplikasi bersamaan dengan lahirnya Ikamaba Surabaya, 20 Mei 2020, pukul 16:13 wib. “Pada bulan Mei tahun-tahun yang lalu adalah bulan yang sangat sakral dan melelahkan bagi tretan (tretan-tretani adalah sebutan bagi anggota Ikamaba laki-laki dan perempuan) Ikamaba,”

Dari tulisan yang lumayang panjang, mungkin kalau tidak salah sekitar tigaratus kata, kurang lebih menuturkan, kalau bulan Mei bertepaan dengan terbentuknya Ikamaba Surabaya adalah membuat tretan Ikamaba disibukan oleh persiapan atas perayaaan hari lahir Ikamaba dan pelantikan pengurus baru untuk siap atau dipaksa siap mengemban amanah sebagai pengurus sebagai estafet budidaya nilai perstretanan.

Berbeda dengan kawan yang satu ini, dia tidak suka ucapan-atau perayaan sekadar ucapan di sebuah pamflet. Dia jenis homo sapiens berbeda dari ribuan kawan selama saya jumpai dan pernah berdiskusi dengan beberapa tema dan pemikiran. “Aku ingin merayakan awal mula kelahiran Ikamaba berbeda dengan yang lain, aku ingin merakayan dengan sebuah tulisan yang telah lama hilang dan sepelehkan,”

Di usia yang berkepala empat layaknya manusia dan jika perempuan sudah memasuki usia menopause, maka rentan dibuahi, baik terhadap anak dan ibunya. Bodohnya ini organisasi yang belum jelas jenis kelaminnya, sehingga tidak perlu khawatir dan dirisaukan. Apakah akan melahirkan bibit-bibit unggul, bibit yang saling menghormati, menghargai, mencintai dalam konteks asas perstretanan, dan melahirkan intlektual masa depan dalam bidangnya masing-masing.

Semua kembali kepada tretan-tretani dalam menjaga Ikamaba dan melestarikan beberapa petuah-petuah nenek moyang yang telah bertahun-tahun menduduki singgah sana. Bukan hanya meminta jalan dan penarang saja, tetapi menciptakan jalan dan penerang sendiri bersama-sama tretan-tretani yang masih berpikir, berjalan, dan kebingungan.


*Tulisan dipersembahkan dalam rangka perayaan Ikatan Mahasiswa Bangkalan Surabaya yang ke-43

Posting Komentar

0 Komentar