Pawitra I: Warna-Warni Jejak ke Tamiajeng

Dok|Pribadi

Bayang-bayang sinar matahari berkelab ketika melewati dibawah pepohonan, tepat matahari bergelinding sedikit ke arah barat aku mengemudi sepeda Supra X tahun 2000, warna hitam melaju ke rumah kawan di kawasan Terminal Purabaya atau Bungurasih. Di punggung bebera apa bawaan sudah dipacking carrier lengkap sudah kebutuhan dasar selama nanti di kawasan Puncak Bayangan.

Tercatat lekat perjalanan pada tanggal 8 Agustus 2020 menuju pos pendakian Gunung Penanggungan, Lokasi Gunung Penanggungan berdiri koko di Trawas, Mojokerto, Jawa Timur. Aku dan teman-teman akan memulai pendakian memilih jalur Tamiajeng. Lewat kesepakatan dengan teman-teman via daraing, akan bertemu di warung sebelum memasuki kawasan jalur Tamiajeng.

Sebelumnya aku dan Faruq mengambil carrier di Sidoarjo yang beisikan tenda untuk empat orang pengguhi. Sebelumnya sudah nyewa tenda khusus dua orang, tapi karena kami dengan kawan dari Madiun miskomunikasi, harus meninggalkan tenda untuk dua orang, jalan satu-satunya menyewa tenda yang bermuatan empat orang. Proses menyewaan tenda membuat aku dan Faruq telat datang lebih awal di titik kumpul, malahan yang dari Madiun datang terlebih dahulu.

Lewat bantuan Maps kami menambahn kecepatan sepeda motor menuju titik temu. Sebelum itu, kami memutuskan untuk belanja di toko untuk persiapan selama proses pendakian Gunung Penanggungan untuk empat orang. Meskipun panas cukup membuat kami tidak nyaman, tidak membuat kami menyalahkan keadaan, yang terlintas pertemuan dengan dua kawan dari Madiun yang sudah menunggu sedari tadi.

Selesai belanja kebutuhan badan atau nutreisi selama pendakian, azan Asar sudah berkumandang. Istirahat sebentar membahasai tenggoran dengan air dan meletakkan barang-barang belanjaan ke dua carrier yang sudah disewa. Tepat azan di pertengan, kami melajutkan perjalanan kembali. Keputusan melaju sedikit membuat aku cekcok dengan Faruq. Kami selaku penganut Islam, aku ingin salat terlebih dahulu, tapi Faruq tetap pada keputusan salat di Tamiajeng. Setelah dipikir-pikir, kami pun sepakat untuk salat di lakasi pemberangkatan.

Pertemuan dengan kedua teman dari Madiun, sedikit perkenalan dan basa-basi prihal perjalanan kami masing-masing. Aku pun memulai cerita salah mengambil jalur, yang mengantarkan kami ke makan penduduk Trawas. Aku tidak terlalu tahu suasa di tempat, kami mulai bingung karena salah arah. Kalau dari teman Madiun tidak ada kenada apa-apa yang jelas butuh waktu empat atau lima jam menuju Trawas, Mojokerto.

Dok|Pribadi

Dingin masih tetap sama, yang berbeda suasa semakin ramai oleh pendaki yang baru datang dan beberapa pendaki sudah selesai dari puncak Gunung Penanggungan. Sebelum masuk kawasan pos satu jalur Tamiajeng, aku mewakili teman-teman, melapor dan membayar tiket masuk sebesar 10.000, setiap pendaki. Sebelum melanjutkan istirat dan membagi-bagi bawaan, kami sempatkan diri untuk berfoto bersama di gapura selamat datang para pendaki Gunung Penanggungan jalur Tamiajeng.



*Jika menemukan kesalahan dalam data dan teknis kepenulisan. Dengan lapang dada, mengirim pesan lewat Instagram @abuamansyach. Mari kita berbicara dengan mata terbuka dan pikiran merdeka. Peluk jauh.

Posting Komentar

0 Komentar