Revolusi 4.0: Pendidikan Perempuan Pintu Perubahan

Dok|Fopini.id

Membicarakan perempuan, khususnya salah satu perempuan Indonesia tidak jauh dari sosok perempuan Rembang, Jawa Tengah, Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat. Dalam buku Door Duisternis Tot Lieht atau Habis Gelap Terbitlah Terang, pemikiran tentang emansipasi perempuan terkait keinginannya  untuk mendapatkan kesempatan menjadi perempuan berpendidikan. Kartini adalah perempuan Jawa, memiliki cita-cita besar terhadap bangsa Indonesia, terutama perempuan agar mendapatkan pendidikan yang layak.


Di era yang dikenal dengan revolusi industri 4.0 akan mengalami perubahan bentuk kehidupan dan perjuangan. Dahulu sebelum zaman seperti sekarang yang selalu mengalami perubahan setiap waktu. Penderitaan atau perjuangan Kartini untuk perempuan Jawa harus dipingit, tidak bebas menuntut pendidikan atau belajar, serta adanya aturan adat yang mengekang perempuan untuk bergerak. Namun karena perubahan zaman, maka akan beralih juga tantangan perempuan Indonesia dalam mengeyam pendidikan sekarang.


Dahulu Kartini berharap agar perempuan memiliki pandangan yang sama dengan laki-laki dalam kehidupan, terutama tatanan pendidikan, sosial, budaya, dan lain-lain. Gagasan-gagasan terkait emansipasi wanita atau persamaan hak wanita pribumi dianggap sebagai tindakan baru yang dapat merubah tatanan kehidupan, khususnya perempuan. Perempuan dahulu hanya ingin mendapatkan apa yang laki-laki dapatkan dalam ranah pendidikan.


Kembali lagi terkait perempuan, banyak mendapatkan kekerasan atau masih dipandang sebelah mata, khususnya di dunia pendidikan. Kejadian tersebut, merupakan tindakan yang melukai perjuangan Kartini selama ini. Karena Kartini sudah berjuang dengan sekuat tenaga untuk perempuan. Ada salah satu tindakan, seperti memberikan pemahaman terhadap laki-laki, terkait emansipasi adalah kunci untuk perubahan. Namun, apa yang terjadi, emansipasi wanita kebanyakan disalah artikan atau emansipasi perempuan masih dipandang sebelah mata oleh laki-laki.


Perempuan di Era Revolusi Indutri 4.0

Biar perjuangan Kartini tidak hanya sekadar perjuangan dan pemikirannya mati ditengah jalan. Semua  harus terus dilestarikan dan dipahami oleh semua lapisan masyarakat. Pemerintah dan orang-orang yang berpendidikan haruslah memahami Kartini, agar memperketat dan menjaga perempuan dalam dunia pendidikan.


Era sudah masuk revolusi industri 4.0 sudah saat perjuangan Kartini untuk perempuan agar berpendidikan, tidak hanya era yang berubah, akan tetapi perjuangan Kartini sudah dapat dinikmati oleh perempuan dengan rasa aman yang tinggi, serta tidak lagi ada kasus-kasus kekerasan di dunia pendidikan menimpa perempuan lagi.


Tidak sekadar kemajuan zaman yang berubah, akan tetapi tatanan peradaban serta pemikiran dapat berubah secara sadar dan menyadari. Ketika semua berubahan perempuan dimanapun berada tidak lagi mendapatkan kekerasan terutama di dunia pendidikan. Teringat dengan kata-kata pepatah mengatakan, pendidikan tetaplah pendidikan. Kita harus belajar apapun, kemudian memutuskan mana yang akan kita ikuti. Karena pendidikan bukanlah persoalan hitam atau putih, barat atau timur, pendidikan adalah manusia itu sendiri.


Titik dalam pendidikan untuk siapapun dalam era revolusi industri 4.0 terletak terhadap manusianya. Bagaimanapun zaman berubah, selama manusia tidak berubah dunia akan tetap sama dan perempuan akan tetap diperlakukan dengan semena-mena.


Teringat sejarah dalah dunia Islam, yang mana perempuan dahulu tidak diperlakukan dengan sebagaimana manusia. Ketika melahirkan dan memiliki anak perempuan orang tuanya akan malu dan solusi terakhir akan dibunuh atau dikubur hidup-hidup. Zaman itu dikenal dengan zaman kebodohan atau zaman jahiliah. Manusia belum bisa memperlakukan manusia dengan selayaknya.


Reemansipasi perempuan sudah mulai terlihat di kalangan pemerintah. Sosok perempuan diera revolusi industri 4.0 memang benar-benar berubah dan bisa menempati posisi-posisi yang belum pernah perempuan bisa pada zaman dahulu, khususnya zaman jahiliah. Perempuan-perempuan zaman sekarang sudah membuktikan bahwa emansipasi wanita benar-benar ada, seperti beberapa tokoh perempuan, Khofifah Indah Parawansa, Gubernur Jawa Timur, Tri Risma Harini, Wali Kota Surabaya, Kartika Hidayati, Wakil Bupati Lamongan, Sri Mulyani Indrawati, Manteri Keuangan Indonesia dan lain sebagainya.


Pendidikan adalah jalan untuk mengapai emansipasi yang diharapkan oleh Kartini dahulu. Perlu dipahami bahwa pendidikan itu bukan hanya di bangku sekolah, tetapi pendidikan itu apa yang kita jumpai dan ditemukan dalam perjalanan hidup seseorang. Jika ada kata yang pantas untuk pemimpin perempuan, seperti negara yang menemukan ibu untuk merawat dengan penuh kasih sayang. Merawat negara dengan pemikiran dan perasaan yang telah di asah dan dipelajari di kehidupannya. 


Mengingat ungkapan Hasan Al-Banna, wanita adalah madrasah pertama yang akan memformat generasi. Wanita orang pertama yang memberikan kontribusi dalam kehidupan pemuda dan bangsa. Ditangan perempuan nasib generasi bangsa ditentukan. Jika perempuan berpendidikan akan bisa mengatur dan menjadi Kartini sesuai judul buku, Habis Gelap Terbitlah Terang.


Maka dari itu, mari jaga kesucian dunia pendidikan, jangan sampai kekerasan selalu terjadi, jadikan Kartini yang sesugguhnya, dan hidupkan Kartini-Kartini yang lebih banyak di era revolusi industri 4.0 lewat pendidikan. Karena pendidikan sebagai alat untuk menjadi orang yang terdidik dan menjadi wadah berproses generasi bangsa, guna meneruskan cita-cita tokoh Pendidikan Indonesia, Ki Hajar Dewantara, dengan ilmu kita munuju kemuliaan.


*Tulisan ini pernah dimuat di media online Fopini.id, 08 Maret 2021 selengkapnya bisa diklik di sini.


Posting Komentar

0 Komentar