Bina Desa Ikamaba 2019: Merajut Cinta Mengenal Desa

Dok|Rifai

Suara orang tidur dan tarikan nafas terdengar. Seakan mengajak lebih lama untuk memajankan badan. Lelah terlihat dari nyenyaknya teman-teman, ditambah gerimis, menjadi bumbu-bumbu tidur kami. Jika diistilahkan, rintik hujan saat waktu pagi menjadi selimut kelambu kami.



Masih terkait tidur. Pagi pertama di desa Alang-Alang Kecamatan Tragah, Kabupaten Bangkalan, seakan menjadi beban bagi teman-teman, harus bangun pagi saat subuh menjelang, namun karena lelahnya kami saat rapat tadi malam pembekalan untuk observasi terhadap dusun-dusun di desa Alang-Alang.


Pembekalan yang kami terima merupakan langkah awal Bina Desa Ikamaba. Sebab observasi ini adalah kunci untuk menemukan data, terkait potensi apa yang bisa dikembangkan di desa Alang-Alang. Bahkan Kepala Desa Alang-Alang juga meminta untuk memita-mitakan setiap dusun untuk dicari apa yang harus dibenahi dan apa yang harus di kembangkan.


Dari jadwal yang sudah ada, kami akan melakukan pemetaan potensi setiap dusun. Berangkat jam 09:00 WIB malahan molor berangkat jam 10:00. Bukan karena kami malas untuk mengikuti jadwal yang ada, tetapi kami masih belum bisa memisahkan dengan tempat tidur.


Musala yang kami tempati selama setengah bulan ini, menjadi tempat yang selalu dirindukan untuk memanjakan badan. Apalagi kami ini selelai UAS dari kampus masing-masing. Kami tetap malas meskipun teman-teman menyuruh bangun.


Hari kedua Bina Desa Ikamaba, aku rasanya harus menyebutkan pahlawan Bina Desa Ikamaba pada hari kedua. Hasil rapat tadi malam, kelompok pertama, Roy, Sibro, Sinta, dan Eva. Kelompok kedua, Basyir, Azizah/Oos dan aku-Abu. Kelompok ketiga, Zuhud, Ana, dan Sonia. Kami akan melakukan pemetaan potensi desa di tiga dusun, Nangkek, Belabe dan Mur Jeret.


Selesai makan bersama ala-ala Eva, ikan gerreng/teri dan sayur bayam, sangat menghibur perut-perut kami yang sudah dari tadi malam meminta teman. Makan bersama adalah hal yang sangat kami sukai, selain menghilangkan lapar, juga mengajarkan tentang kebersamaan, berbagi, bercada dan terkadang saling marah-marah.


Selesai makan, kami siap melanjutkan misi agenda pertama bina desa. Dengan bekal sarapan pagi dan semangat untuk mengabdi di desa Alang-Alang, kami berpencar sesuai dengan kelompok masing-masing, ada yang ke dusun Nangkek, dusun Belabe dan dusun Mur Jeret.


Menjadi peserta bina desa memang sangat baik untuk menanbah ilmu dan pengalaman sebagai bekal nanti dewasa. Belajar bermasyarakat, berkeluarga, berbagi, bersabar, berbahasa, dan mengubah kebiasaan di Surabaya yang bebas. Namun di bina desa, kita akan menemukan bermacam ragam arti dan definisi kehidupan.


Definisi kehidupan hanya bisa kita pelajari saat-saat menjadi mahasiswa, setelah menjadi mahasiswa, kita akan menjadi salah satu orang yang berganti peran. Dari Ikamaba kita akan mendapatkan pelajaran yang akan mengajarkan kehidupan.

***

Dok|Pribadi
Salah satu sekelompok bebek-bebek yang dirawat oleh warga setempat.

Aku lihat mendung masih tetap setia menemani perjalanan kami ke dusun Belabe. Kami masih bingun dimana dusun Belabe, seperti apa, dan arahnya kemana. Kami hanya berjalan menuju arah Timur.


Setelah lama menunggu pemandu desa-Rifai, kami bergegas dengan sepeda motor menuju dusun Belabe. Aku perhatikan setiap langkah yang aku tapaki, melihat warna warni kehidupan dan macam ragam kegiatan manusia. Terkadang hidup memanglah sebuah kebersamaan, tanpa kebersamaan tidak akan ada ketentraman.


Sebelum kami melakukan pemetaan potensi desa, khususnya dusun Belabe, kami berempat menuju Rumah Apel Desa Alang Alang. Tujuanya adalah meminta izin untuk berkunjung kesetiap rumah yang di dusun Belabe.


Dusun Belabe terdiri dari 114 KK, dan sebagai dusun terbanyak kedua dari dusun-dusun yang ada di desa Alang-Alang. Kami percaya jika orang Madura sangat berpegang teguh terhadap adat istiadat, cara berkunjung, bertanya, berjalan dan banyak sekali adat yang harus dipatuhi oleh orang yang ada di Madura. Sebab adat adalah kunci untuk kedamain di Madura. Jadi kami selaku orang pendatang harus meminta izin terlebih dahulu serta meminta pandangan terkait apa yang tidak boleh kami tanyakan dan bagaimana menanyakan yang baik.


Tidak terasa kami tidak kuat manahan diri untuk cepat-cepat berkunjung ke rumah penduduk setempat. Mengulas pengalaman dan menambah ilmu tentang kehidupan, karena hanya bermasyarakat kita akan menemukan dan belajar tentang kehidupan.


Dari tempat ketempat yang lain, kita lalui bersama, dengan obrolan terkait dusun Belabe dan cerita-cerita tentang kehidupan, selalu menemai setiap kaki ini melangkah. Tidak akan menyesal ikut bina desa dan ikut observasi dusun. Disinilah kami akan belajar tentang pengorbanan, kejujuran, kesabaran dan keteguhan seorang Madura.


Aku paham, aku adalah orang Madura, ayahku orang Madura, ibuku orang Madura, jadi saya bersyukur, meskipun hidup dalam keterbatasan, aku tidak menyerah, hanya orang-orang yang menyerah kegagalan kenangannya. Salah satu penduduk yang menjual bebek, mengatakan, jika keluarga kami adalah petani dan petani adalah penghasilan pokoknya. Meskipun berjualan dan sering mengirim hewan ke warung-warung nasi, minimal setiap harinya mengirim 50 ekor bebek di sekitar Bangkalan.


Aku sedikit menganggap orang ini aneh, setiap hari mengirim 50 ekor bebek, tetap saja mengatakan kalau pekerjaannya sebagai petani. Hasil tani adalah sumber kehidupannya. Aku sedikit geli dan mangap karena tidak percaya.


Setelah menjelajahi dusun Belabe, kami berempat menuju Desa Kemoning, Kecamatan Trageh, Kabupaten Bangkalan. Desa tengga dengan desa Alang-Alang. Kami menuju Bukit Andjir. Bukit hasil tambang bata putih atau sering dibilang kapur oleh warga sekitar.


Dari dusun Belabe ke Bukit Andjir tidak memelurkan waktu yang lama, kira-kira hanya setengah jam sudah sampai. Bukit yang indah, hijau nan sejuk, ditambah tidak ada sinar matahari ingin lama-lama berada di Bukit Andjir.


Bukit Andjir katanya sering digunakan tempat pacaran, terutama ketika malam minggu, pasti banyak pemuda-pemuda berada di sana. Bukit ini sudah tidak seperti dahulu yang masih ditambang, sekarang hanya menyisahkan bekas-bekas, kalau di sini dulu ada seseorang yang mengambil batu-batu dan membuat Bukit Andjir longsor.

***


Jika ada lelah adalah pengorbanan, maka lelahan adalah korban ketidak ikhlasan. Yang sulit bukan karena makan apa adanya, tempe, tahu dan nasi seperti bubur, tetapi yang sangat sulit adalah bagaimana hidup bersama kalian. 


Dari bermacam kepala, setiap kepala ada bermacam karakter dan semua karakter harus bernaung di tempat ini. Bina desa Ikamaba akan burusaha kalian jaga, tidak mendahulukan ego kalian, semua atas nama Ikamaba, jika ada judul sinetron “Demi Nama Cinta” maka kita ubah “Demi Nama Ikamaba”. Jika demi cinta kalian rela berkorban, berarti jika demi nama Ikamaba kalian akan rela berkorban dan berjuang.


Sejak siang sedikit sore, kami sampai di pusat lokasi bina desa, langsung tidur dan tidak lupa kami selalu bercanda, ala-ala Ikamaba. Setiap kelompok nanti malam setelah Isya akan mempresentasikan hasil laporan pemetaan potensi dusun ini dari Nangkek, Belabe dan Mur Jeret.


Jika kamu tahu, dalam setiap rapat yang dilakukan, kami selalu saling menghujat dan ujung-ujungnya saling bercanda. Tidak ada kenangan yang tidak pernah kami lupakan, kalau kita pernah saling marah-marah.


Aku tahu jika kenangan ini akan terlupakan, dan aku yakin kalau kenangan ini pasti akan tertimbun dan tertutup oleh kenangan yang lain. Aku percaya tulisan ini hanya sebatas sebuah memori kalau Ikamaba tempat kami menciptakan cinta.


Di tengah-tengah diskusi, aku tidak bisa menghindari dan meninggalkan kebiasaanku, yaitu selalu memperhatikan seseorang, entah itu laki-laki, perempuan, anak-anak, dan semua apa yang aku lihat, pasti aku perhatikan.


Apalagi saat laporan potensi setiap dusun, aku tulis nama kalian sebagai bukti cinta terhadap Ikamaba, Roy, Mahrus, Mukid, Bahar, Timun, Nawir, Suhud, Farid, Sibro, Basyir, Fachri, Eva, Ana, Sinta, Firda, Lim, Azizah/Oos, Sonia, Ipin, dan kalian semua adalah bukti dari keyakinan kalian. Tanpa keyakinan yang kalian yakini, tidak ada di sini.


Malampun meranjak, kami siap memaparkan hasil pemetaan potensi setiap dusun. Yang memimpin rapat seperti biasa, penanggung jawabnya adalah Fachri. Dia mendengarkan setiap laporan dari semua kelompok terkait potensi dusun.


Kami percaya dari pendapat-pendapat yang dipaparkan adalah untuk kebaikan bina desa kedepan. Terakadang biasa dalam rapat ini lebih banyak yang ikut, mendengarkan setiap ucapan.


Kepada malam yang telah terang, bahwa malam benar-benar malam tanpa sedikitpun menipu, terlihat dari raut muka teman-teman, bahwa obatnya lelah adalah istirahat.


Posting Komentar

0 Komentar