Warta Tretan 2016: Menertawakan Masa Lalu, Membuka Lembaran Baru

Dok|Pribadi. Nawir, baju putih, Timun, baju kotak-kotak, Bahar, kaos hitam, Umi, kerudung cokelat, dan aku takwa putih.

Tak ada janji atau pesan singat terkirim di grup WhatsApp. Pertemuan ini semacam jalan untuk kita sekadar saling sapa dan duduk sebentar. Selain itu, menanyakan hal-hal yang tidak penting atau sekadar basa-basi sebagai permula percakapan ini. 


Tuhan kali ini 02 mei 2021 tepat di Hari Pendidikan Nasional semacam memberikan warta tentang sejauh mana menggunakan pertemuan, sebagai menambah pengetahuan atau mengingatkan lagi pertanyaan. Sejauh mana perjalanan selama ini? Sudah menemukan sepotong hati yang datang atau pergi? Dan sampai kapan kita menyalahkan diri sendiri?


“Hampir setengah tahun tidak bertemu, meskipun sama-sama berada di Wonocolo,” kata Baharuddin yang mengenakan kaos hitam. Sebagai pembuka percakapan singkat tetapi juga panjang sekali.

Dok|Pribadi

Di kedai “Pos Nyusu” klarifikasi tentang kejadian-kejadian di masa lalu diutarakan. Prihal Nawir sebagai pimpinan di Warta Tretan, selalu berdebat dengan Bahar, tetapi alih-alih demi kemaslahatan dan kebijaksanaan, Bahar akan mengalah. Membicarakan Bahar atau menjatuhakan Bahar selalu menarik. Satu lagi, Timun dengan keunikan dan gayanya, orang paling cocok denganku. Tetapi selama tidak ada Umi, rencana apapun tidak akan terlaksanakan, meskipun hanya sekadar bergosip.


“Pertengkaran antara Bahar itu hanya setingan belakang,” Nawir selalu mengatakan seperti itu jika ada permasalahan atau debat kusir. Kalau Nawir dan Bahar sudah bertarung, kami bertiga hanya bisa menunggu, menunggu mereka selesai dan capek, tidak ada yang mau kalah. Lagi-lagi Bahar mengalah. Lucunya, aku, Timun dan Umi hanya melihat mereka dan tersenyum.


Untuk pertama kalinya di tahun 2021. Cerita mereka selalu menarik aku dengarkan, tidak lupa selalu aku rawat dan mengabadikannya. Mulai Nawir yang sudah sarjana, tidak lupa sepertinya mengawali karirnya sebagai pembisnis warung kopi. Kalau Umi, sudah mulai bekerja, sepertinya melabuhkan hari-harinya di dalam gedung besar. Lebih ironinya, Timun tetap menjadi satu-satunya pemimpin di kampus kami dahulu, ternyata dia memulai karir politiknya. Ini lebih parah lagi, Bahar setelah sekian episode dan pergantian purnama, akhirnya tinggal menunggu jadwal sidang skripsi. Namun, aku tetap seperti dahulu, menulis hal-hal yang aku sukai dan keluar masuk dari kantor ini dan itu.

Posting Komentar

0 Komentar