Puasa Ramadan Sebagai Sarana Muhasabah Budaya Nyampah

Dok|Unsplash.com

Secara sederhana puasa bisa diartikan tidak makan, minum atau ‘imsak’ -menahan diri- dari hal-hal yang bisa membatalkannya. Mungkin keterangan tentang puasa terlalu sederhana, sehingga jika dikatakan kepada anak-anak yang belum wajib berpuasa, sudah langsung paham. Bahkan anak di bawah usia sudah paham, bahwa berpuasa itu tidak makan dan minum.

Mengingat masyarakat Indonesia rata-rata beragama Islam, tentu yang berpuasa lebih banyak daripada tidak berpuasa. Data World Population Review pada tahun 2020, penduduk Indonesia yang beragama Islam mencapai 229 jiwa atau 87,2% dari total penduduk 273,5 juta jiwa. Hal ini, menandakan kalau penduduk Indonesia yang beragama Islam dan yang berpuasa bisa menjadi indikator terjadinya pengurangan kebutuhan atau mengurangi jumlah mengkonsumsi ragam makanan.

Ketika penduduk Indonesia banyak berpuasa, setidaknya dapat mengurangi jumlah sampah di Indonesia. Namun tidak sesederhana itu, akibat berpuasa juga memberikan dampak positif terhadap lingkungan. Jika dikatakan, bukan hanya berpuasa dari makan dan minum, tetapi juga berpuasa dari merusak lingkungan.

Dalam arti lain, berpuasa dari merusak lingkungan adalah tidak menyumbang sampah di laut, udara, dan khususnya di daratan, sehingga lingkungan semakin baik. Bagaimana tidak semakin baik, kalau dari jumlah data mengatakan umat Islam mayoritas di Indonesia, tentu jumlah sampah mengalami kemerosotan. Karena puasa dari makanan akan mengakibatkan sampah semakin rendah di bulan Ramadan ini.

Dari data yang dihasilkan oleh bidang penyusunan prakiraan dan rekomendasi melalui penelitian dan analisis tentang laporan suatu negara, laporan resiko negara, laporan industri dan lain sebagainya: The Economist Intelligence Unit pada tahun 2021 menyatakan, tiga negara dengan jumlah penyokong sampah terbanyak di dunia. Negara dengan posisi pertama Arab Saudi, dengan jumlah sampah makanan mencapai 247 kilogram per orang per tahun. Untuk posisi kedua Indonesia, dengan jumlah sampah makanan mencapai 300 kilogram. Sedangkan untuk posisi ketiga Amerika Serikat, dengan jumlah sampah 277 kilogram.

Arab Saudi dan Indonesia menjadi negara terbesar di bulan puasa kasus kenaikan sampah di dunia. Padahal, melihat latar belakang kedua negara tersebut mayoritas penduduknya beragama Islam, tentunya melaksanakan ibadah puasa. Terus bagaimana dengan konsep puasa yang seharusnya menjadi momen pengurangan sampah, sebab tidak makan dan minum. Ataukah puasa hanya membuat umat Islam semakin banyak mengkonsumsi makanan? Dan adakah yang salah dengan pola berpuasanya orang Islam selama ini?

Ini masih belum di penghujung bulan Ramadan, kewajiban berpuasa masih cukup lama. Angka sampah akan terus mengalami peningkatan secara signifikan, dibandingkan bulan-bulan selain Ramadan. Bisa dikatakan, hanya di bulan Ramadan sampah mengalami kenaikan yang tinggi daripada bulan-bulan lainya, terkhusus terjadi di negara-negara yang mayoritas beragama Islam.

Puasa Ramah Lingkungan
Selama ini puasa yang terjadi di negara-negara mayoritas Islam bisa dikategorikan tidak ramah lingkungan. Memang sangat amat berbanding terbalik dengan definisi puasa yang sesungguhnya. Tetapi ini fakta di lapangan, kalau bulan puasa tidak menjamin puasa dari sampah atau sampah mengalami penurunan. Baiknya, puasa Ramadan ini jadi sarana  muhasabah budaya nyampah.

Ada beberapa fakta puasa di Indonesia yang tidak ramah terhadap lingkungan. Sehingga indikator ini bisa dikatakan tradisi atau karakter umat Islam selama ini.

Pertama, Budaya Konsumsi Buruk. Budaya konsumsi makanan umat Islam masih dikatakan buruk menjadi alasan besar sampah semakin banyak. Meskipun ada sebagian kecil, tetapi rata-rata ketika berbuka puasa, makanan lebih banyak tersaji dari pada bulan-bulan selain bulan puasa. Hal tersebut, sudah menjadi tradisi turun temurun di Indonesia, kalau menu buka puasa tidak sesuai dengan budaya sekitar, masih belum sempurna untuk berbuka puasa.

Kedua, Trend Makanan Banyak. Untuk kasus ini sering terjadi khususnya di perkotaan, baik itu memasak sendiri atau memesan buka puasa bersama. Ketika buka puasa bersama, hal yang sering terjadi adalah memesan menu buka puasa terlalu banyak. Sehingga sisa-sisa makanan masih banyak dan membuat sampah semakin berlimpah, belum lagi bicara sampah plastik dari bekas makanan dan minuman saat berbuka.

Ketiga, Terlalu Mengikuti Keinginan. Sedangkan untuk kasus selanjutnya pasti sudah lumrah bagi orang berpuasa khususnya. Orang berpuasa terlalu mengikuti hawa nafsunya, sehingga tidak bisa mengontrol kebutuhan apa yang baik untuk kesehatan fisiknya. Keinginan masak ini dan itu serta beli ini dan itu. Terlalu banyak mengikuti keinginan, mengakibatkan lupa kalau kapasitas perutnya seperti apa.

Boleh dikata, ritual puasa kita selama ini memang tidak ramah terhadap lingkungan dan mengancam terhadap ekosimtem di muka bumi ini. Jika hal tersebut tidak disudahi, maka puasa tidak menjamin membawa kebaikan atau lebih baik tidak berpuasa saja, jika terus membawa kerusakan?

Dengan puasa Ramadan, berharap dosa kita hangus. Termasuk dosa karena membuat kerusakan lingkungan. Sekali lagi, mari jadikan puasa Ramadan ini untuk muhasabah soal budaya nyampah kita.


*Tulisan ini pernah dimuat di media online bawasantai.co pada 08 Mei 2021. Selengkapnya bisa diklik di sini.

Posting Komentar

0 Komentar